Dacing

------- HOME------ SLIDES ------ ARTIKEL -------PELATIHAN

Anak Itu Unik

Adi lahir dengan berat 3,5 kilogram; Ida beratnya 2,7. Tono berjalan setelah berusia 14 bulan; Tini ketika baru 10 bulan, Gani senang makan sayur, sedangkan Gina muntah kalau dipaksa menelan makanan itu. Bukankah jelas bahwa anak yang satu berbeda dengan anak yang lain? Tapi nyatanya, masih banyak kalangan pendidik yang bersemboyan, “Kalau dia bisa, kamu juga harus bisa.”

Ida bukan Adi
“Cih, memangnya saya ini Adi? Kalau Adi mungkin saja senang dimanja. Tapi saya ini kan Ida. Ingat ya, Ida lain dari Adi.”
Kata-kata yang diucapkan anak kecil ini, sesungguhnya punya makna yang dalam. Adalah kenyataan bahwa manusia berbeda satu sama lain. Perbedaan itu sudah ada bahkan sejak dalam kandungan, dan sepanjang perkembangan anak maka perbedaan itu makin lama makin besar. Sang Bayi tumbuh menjadi anak yang unik.
Keunikan itu terdapat dalam banyak segi. Yang pertama kai tampak jelas barangkali adalah keunikan dalam kemampuan. Mulai dari kemampuan untuk belajar berjalan, berbicara, berkonsentrasi, sampai pada kemampuan memecahkan soal-soal matematika.
Keunikan lain, terlihat dari kebutuhan masing-masing anak. Tiap manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan. Mulai dari kebutuhan-kebutuhan fisik yang mencakup kebutuhan makan, minum, dan bergerak, sampai pada kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dan juga kebutuhan untuk mewujudkan gagasan-gagasannya. Kebutuhan adalah dasar bagi tingkah laku, dan kebutuhan yang berbeda melahirkan tingkah laku yang berbeda pula. Beberapa anak terlalu aktif dan tidak bisa diam, sementara anak lainnya hampir tidak bergerak sama sekali. Mereka berbeda dalam hal kebutuhan untuk bergerak. Ada juga anak yang tidak suka makan dan anak yang kelihatannya “rakus”. Mereka berbeda dalam hal kebutuhan mendapatkan makanan.
Di samping keunikan dalam hal kemampuan dan kebutuhan, ada juga keunikan dalam kesenangan. Perbedaan kesenangan ini memang banyak dipengaruhi oleh lingkungan, namun sekali kesenangan tertentu telah terbentuk maka kesenangan ini akan menambah keunikan seorang anak. Tentu saja masih banyak keunikan dalam bidang lain, tetapi untuk pembicaraan kali ini, kita batasi saja pada ketiga “k” ini: kemampuan, kebutuhan, dan kesenangan. Ketiga “k” ini menyebabkan Ida harus dilihat sebagai Ida, bukan sama dengan Adi.

Normalkah anak saya?
Banyak orangtua yang mengajukan pertanyaan ini, atau mungkin lebih tepat dikatakan banyak orangtua merasa anaknya tidak normal. Seorang ayah bertanya, “Anak saya tidak suka makan sayur. Bukankah ini tidak normal?” Kalau diperhatikan baik-baik, ayah ini bermaksud mengatakan, “Saya ingin anak saya makan sayur.” Ada juga orangtua yang merasa anaknya tidak normal, “Dia bandel sekali.” Maksudnya tentu hendak berkata, “Saya ingin anak saya tidak bandel.”
Apakah sesungguhnya ukuran untuk menetapkan normal-tidaknya suatu hal? Kalau sebagian besar orang melakukan perbuatan tertentu, maka perbuatan itu harus dianggap sebagai sesuatu yang normal. Kalau semua anak kecil bandel, maka bandel sesungguhnya merupakan hal yang normal. Akan tetapi, seringkali kita dihadapkan pada ukuran normal yang lain, yaitu ukuran ideal. Sesuatu itu normal kalau sesuai dengan keadaan yang ideal, keadaan yang diharapkan. Misalnya, walaupun kebanyakan orang melakukan korupsi, kita tidak mau menerima korupsi sebagai perbuatan yang normal karena secara ideal kita mengharapkan orang tidak suka melakukan korupsi.
Keunikan sudah barang tentu bertentangan dengan ukuran normal yang pertama. Unik berarti lain daripada yang lain, sedangkan normal menurut ukuran yang pertama adalah sesuai dengan keadaan umumnya. Unik juga bisa bertentangan dengan ukuran normal yang kedua, karena keunikan itu belum tentu sesuai dengan apa yang ideal.
Sepintas lalu kelihatan bahwa keunikan berarti tidak normal, dan kebanyakan orangtua kurang senang mendengar bahwa anaknya tidak normal. Sesungguhnya kita tidak perlu terburu-buru mencap anak yang unik sebagai anak yang tidak normal, atau anak yang tidak memenuhi harapan. dalam batas-batas tertentu; yang unik pun masih dapat disebut normal. Ambil contoh seorang anak yang sudah dapat berjalan dalam usia sembilan bulan dan kemudian menjadi anak yang sangat aktif, tidak bisa diam, dan hobi bermain catur. Perpaduan ketiga hal ini menyebabkan Si Anak menjadi unik karena ia berbeda dari anak yang tidak suka main catur. Ia bahkan juga berbeda dari anak yang suka main catur tetapi tidak terlalu aktif. Tetapi main catur sendiri bukanlah sesuatu yang tidak normal karena ada banyak juga orang yang suka main catur. Terlalu aktif memang bukan gambaran umum dari seorang anak, tetapi banyak juga anak kecil yang sangat aktif.
Sekarang menjadi jelas bahwa kita sukar untuk mengatakan apakah seseorang (anak) secara keseluruhan normal atau tidak. Yang bisa kita katakan adalah bahwa dalam hal tertentu ia normal dan dalam hal lain ia tidak normal. Tapi perlu dijelaskan bahwa tidak normal tidak selalu mempunyai arti yang negatif. Ambillah contoh anak yang sangat pandai. Dalam hal kepandaian anak ini tidak normal, karena anak yang normal memiliki kepandaian yang sedang-sedang saja.

Hargailah keunikan anak
Kita mengharapkan anak menjadi normal dalam banyak hal. Kita berharap agar dia tahu sopan santun, punya disiplin, menghargai janji dengan orang lain, dan sebagainya. Dalam hal ini, kita memang boleh mengharapkan agar anak itu normal. Karena hal-hal di atas merupakan hal-hal yang menyangkut aturan-aturan dan norma-norma kehidupan. Di samping itu, hal di atas juga merupakan hal yang diperoleh anak melalui pendidikan, dan bukan hal yang sudah dibawa sejak kelahiran anak.
Akan tetapi, di samping itu, kita juga harus menerima kenyataan bahwa dalam banyak hal lain, khususnya dalam tiga “k”, anak mempunyai kekhususan sehingga kita tidak dapat menyamakannya dengan anak lain. Kita tidak dapat menyamakan anak yang berpenyakitan dengan anak yang sehat. Kita tidak dapat memaksakan anak dengan nafsu makan kecil untuk menghabiskan porsi “anak rakus”; kita juga tidak dapat mengikat anak yang hiperaktif supaya tidak banyak bergerak. Dalam hal-hal inilah kita harus menerima keunikan anak.
Ada beberapa bahaya kalau kita mengingkari keunikan anak. Bahaya pertama adalah kita cenderung akan memaksakan keinginan kita pada anak. Kalau kita tidak mau menerima bahwa anak kita mempunyai kemampuan yang kurang, kita akan memaksa dia belajar segiat mungkin untuk mendapatkan angka delapan. Mungkin karena kakak-kakaknya dulu selalu mendapatkan angka delapan. Kita mungkin akan memaksa anak untuk mendengarkan cerita Si Kancil sebelum tidur, padahal kita tahu bahwa ia lebih senang mendengar lagu-lagu di radio. Atau kita mungkin memaksa anak untuk duduk diam, karena kita tidak tahu bahwa ia mempunyai kebutuhan yang besar untuk bergerak.
Bahaya lain yang sebetulnya merupakan akibat lanjutan dari bahaya yang pertama adalah tekanan baru yang diderita anak. Anak yang dipaksa belajar akan merasa tertekan, begitu juga dengan anak-anak yang dipaksa diam. Menghalang-halangi suatu kebutuhan yang besar pada seorang anak akan membuatnya gelisah tanpa penyebab yang ia ketahui. Di samping itu, kita menjadi kurang mengembangkan bakatnya yang unik. Karena kita memaksa anak untuk mengerjakan hal-hal yang sesuai dengan keinginan kita, kita akan melupakan perkembangan hal-hal lain yang mungkin merupakan bakat anak. Karena kita memaksa anak belajar matematika, ia jadi tak punya waktu untuk mengembangkan bakat menari atau menyanyinya.
Sebaliknya, kalau kita mau mengenal dan menerima keunikan anak, banyak hal yang bisa kita lakukan untuk kebaikan anak. Yang pertama sudah tentu kita dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan utamanya. Terpenuhinya kebutuhan anak akan membantu perkembangan anak. Dengan mengenal keunikan anak dalam hal kemampuan, kita dapat menyesuaikan tuntutan kita dengan kemampuannya. Dengan mengenal kesenangan anak, kita dapat memberikan banyak kebahagiaan baginya. Dan kalau kita tahu apa yang disenangi anak, kita tidak perlu membuang yang ada untuk membelikan hal-hal yang tidak disenanginya. Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana mengenali keunikan anak.

Mengenali keunikan anak
Ada beberapa cara untuk mengenali keunikan anak. Cara pertama adalah dengan membiasakan diri untuk membiarkan anak melakukan apa yang diinginkannya. Dengan membiarkan anak melakukan apa yang diingininya, kita dapat mengenali beberapa kesenangannya, dan mungkin juga beberapa kebutuhannya. Tentunya tidak berarti bahwa kita harus membiarkan anak tanpa pengawasan sama sekali. Dalam norma dan hal yang menyangkut aturan kehidupan (sopan santun, etiket, disiplin), kita boleh mengarahkan anak untuk menjadi anak yang normal. Tetapi selama anak sedang bermain, kita jangan terlalu banyak melarang anak. Biarkan anak bertingkah laku spontan, karena dari tingkah laku yang spontan itulah kita dapat melihat keunikannya.
Keunikan anak dalam bidang kemampuan dapat kita perkirakan dengan mencatat dan mengikuti perkembangan anak. Biasanya ada hubungan yang cukup erat antara kecepatan perkembangan anak (dalam bicara, berjalan, dan lain-lain) dengan kemampuan umumnya. Untuk mengenal berbagai kemampuan khusus anak, kita dapat meminta bantuan ahli, psikolog misalnya.
Cara lain untuk mengenal keunikan anak adalah dengan membiasakan anak untuk menyatakan pendapatnya. Apabila anak berani mengemukakan pendapatnya, ia akan dapat mengatakan apa yang ia butuhkan dan apa yang ia senangi. Ini berarti bahwa pendidikan yang bersifat otoriter kurang membuka kemungkinan bagi orangtua untuk mengenali keunikan anaknya. Sebaliknya, pendidikan yang bersifat lebih demokratis akan membantu orangtua mengenali anaknya.
Cara lain lagi untuk mengenal keunikan anak adalah dengan terlebih dulu bersedia menerima kenyataan. Hal ini memang sulit, tapi mutlak diperlukan. Apabila kita tidak bersedia menerima kenyataan, banyak sekali hal-hal yang tidak dapat kita kenali secara tepat. Coba renungkan kembali masa berpacaran dulu, ketika kita tidak mau menerima kenyataan bahwa Si Dia menolak cinta kita. Satu waktu kita melihatnya berjalan dengan orang lain, lalu kita menghibur diri dengan berpikiran bahwa orang itu adalah saudaranya yang belum kita kenal. Kemudian saat dia mengatakan, “Maafkan, saya tidak dapat...” Kita tetap berpikir ,”Si Dia ini masih jual mahal...”
Menerima kenyataan adalah hal yang paling penting untuk dapat mengenali dan kemudian menghargai keunikan seseorang. Jadi, bila seorang anak jelas-jelas lahir prematur dan kemudian tampak lemah, baru mampu berjalan setelah berusia lebih dari dua tahun dan perkembangan bahasanya juga sangat lambat, janganlah menyatakan ia malas bila angka rapornya rendah. Terimalah kenyataan bahwa anak itu memang kurang mampu. Jangan memaksanya mencapai prestasi yang sama dengan kakak-kakaknya. Dengan menerima kenyataan maka kita akan lebih terbuka untuk menemukan berbagai keunikan lain dari anak tersebut. Beberapa di antara keunikan ini barangkali dapat dikembangkan sebagai kompensasi yang wajar atas kelemahannya di bidang kemampuan.
Jadi, mulai hari ini, kenalilah sebaik-baiknya putra-putri Anda. Pelajari perkembangannya, selidiki minat dan kebutuhannya. Terimalah kenyataan, hargailah keunikan. Lalu manfaatkan keunikan itu untuk kebaikan Si Anak. Terakhir, tak perlu terlalu kaku berpegangan pada semboyan kuno, “Kalau dia bisa, kamu juga harus bisa.”

Tidak ada komentar:

Arsip Blog

GAGASAN terSESAT

Memang ada pepatah yang mengatakan: “Malu bertanya, sesat dijalan”, tapi maaf, pepatah itu tidak laku di saat seseorang merintis jalan ke dunia baru yang belum pernah dikenal orang lain. Dalam perjalanan ke sana, tidak ada orang lain tempat bertanya. Karena itu seperti Hamlet, para petualang hanya bisa bertanya pada diri sendiri: “to be, or not to be”. Kumpulan naskah di sini diberi judul GAGASAN terSESAT, gagasan yang keluar dari jalur-jalur kelaziman. Saya percaya bahwa orang hanya mungkin tersesat kalau ia berani bertualang. Selama tetap di jalan umum (yang dilalui semua orang), kita aman. Ruginya, kita juga tidak akan sampai ke dunia yang baru.

Cinta Seks dan Dosa
Manusia itu makhluk multi dimensi. Terikat pada dimensi biologis, ia butuh makan, gerak dan Seks. Sebagai mahluk sosial, ia butuh perhatian, pujian berupa cinta. Lalu (atau barangkali tetapi) sebagai mahluk spiritual, ia butuh ketentraman dan kejaran dosa. Naskah di kapling ini antara lain adalah [1] Aneka Penyelewengan [2] Tips untuk memilih istri ke dua [3] Seks Psikologis Vs Seks Biologis [4]Dosa [5] Cinta, perasaan atau energi?

Ini, bukan Itu.
Naskah di kapling ini bertujuan menunjukkan perbedaan (dari) istilah-istilah yang sering di samaratakan (padahal jelas berbeda) seperti misalnya [1] Iman dan Agama [2] Gengsi dan Harga Diri [3] Konflik, permusuhan dan beda pendapat [4] Kewajar dan Keadilan

Gizi Psikologis Buat Anak

Perkembangan anak tidak saja membutuhkan makanan untuk kebugaran badannya, melainkan juga gizi psikologis untuk kesehatan jiwanya. Untuk itu sejumlah hal perlu mendapat perhatian [1 Anak itu unik [2] Menyikapi kebohongan anak [3] Membekali anak dengan keterampilan hidup [4]Moral di balik cerita wayang [5] Kritik, santapan rohani bergizi tinggi

Keranjang Daur Ulang
Ada sejumlah naskah yang tekah saya tuliskan lebih dari 20 tahun yang lalu. Ketika berberapa orang mebacanya di tahun 2008, mereka mengira naskah itu barus selesai kemarin. Anda mungkin tergoda membaca judul-judl ini [1] Empat cara menabung waktu [2] Jail [3] Kenalkan: “Amitri” [4] S edekah [5] Selusin Jurus Bijak dalam Menolong

Perempuan Gagah Jelita
Issu kesetaraan gender adalah topik kontroversial yang kadang kadang memberi inspirasi untuk menulis. Terganggu oleh adanya tiga jenis kelamin yang terulis di pintu toilet (laki / perempuan/ guru atau male / female/ executive) , saya teregilitik menulis topik-topik berikut. [1] Kartono, Sosok Kartini Abad Ini [2] Emansipasi dan Pembagian Peran [3] A-K-U Wanita [4] Menjadi Perempuan (bukan Pria, bukan Wanita) [5] Nilsa, dari sabang sampai Merauke [6] Realita Pernikahan

Kreatif Tanpa Nyentrik
Banyak mahasiswa isntitut kesenian yang berdandan dengan cara nyentrik. Pakai anting sebelah, rambut gondrong atau baju separuh dekil. Mereka kira, dengan nyentrik mereka langsung kreatif. . . . Padahal, hakikat kreatifitas jauh dari sekedar berbeda. [1] Kreatologi, jurus-jurus perangsang kreativitas [2] Kreativitas bukan segala-galanya [3] Kreativitas, perlukah? [4] Agar Anak Tak Mirip Robot


Sekedar Bertanya
Silence is Golden (tapi jangan diam waktu ujian lisan). Talking is Silver (jangan berisik waktu yang lain berdoa). Jangan diam dan jangan bicara. Jadi?.... Bertanyalah. Bertanya tanpa berisik. Bertanya pada diri sendiri [1] Dari mana datangnya keinginan? [2] Renungan Logika [3] Nasionalisme, spirit, sifat atau sekedar mode [2] Masyarakat Madani, . . . . Mungkinkah?

Tertawalah, mumpung gratis
Lelucon, Anekdot maupunKisah Penyegar yang ada di kapling ini, umurnya sangat pendek. Kalau ada lelucon baru yang lama langsung di hapus. Jadi kalau tidak anda baca hari ini, besok dia sudah berubah jadi cerita lain. Karena itu kalau mau tertawa, tertawalah hari ini, besok boleh jadi sudah terlambat-

Entri Populer