Dacing

------- HOME------ SLIDES ------ ARTIKEL -------PELATIHAN

Kebutuhan versus Tujuan

KEBUTUHAN vs TUJUAN
Kreasi R. Matindas

Di pasar Ciniki, Nyonya Canika menawar mangga, "Berapa Bang,
mangganya
?"
"Untuk Ibu tiga ribu bolehlah."
"Yang benar dong, Bang, masak tiga ribu. Dua setengah ya?
"Tiga ribu juga sudah murah, Bu. Saya juga nggak ambil untung kok."
"Lha, Si Abang, pandai benar bualnya. Masa dagang enggak ambil untung"
"Betul Bu, Ibu kan langganan. Saya ambil untungnya dari orang lain saja.”
"Eit, terbongkar deh rahasia Abang. Saya kan bukan langganan. Baru sekali saya ketemu Abang. Ketahuan deh Abang itu suka bohong. Jadi pasti tiga ribu itu juga bohong kan..."
"Wah, salah saya rupanya. Ibu ini ternyata bukan langganan. Mustinya Ibu ini saya kasih harga empat ribu. Tapi biarlah, sudah terlanjur. Saya kira Ibu langganan.”
"Pintar juga ilmu bohongnya Si Abang. Bisa aja nyari alasan. Jangan suka bohong, Bang. Nanti kualat."
"Sungguh mati Bu, saya enggak bohong. Habis ibu mirip sih kayak langganan saya yang bintang film itu.”

***
Obral kata-kata manis dari penjual rupanya tidak mengurangi niat Nyonya Canika untuk terus menyerang. "Tambah lagi dah bohongnya. Mana ada bintang film yang mau belanja ke Abang. Kaya keren aja Abang. Jangan suka bohong, Bang. Nanti enggak ada lagi orang yang mau beli ke Abang. Lagian pembohong itu nantinya masuk neraka lho, Bang."
"Ibu kalau mau belanja ya belanjalah. Kalau memang enggak ada duitnya, ya jangan ngabisin waktu saya...”
"Eh, Si Abang kok jadi sewot. Dagang itu harus pakai sopan santu,n Bang. Kalau Abang cara dagangnya kayak begini, sampai kiamat juga enggak bakal laku.”
"Iya kalau yang belanja modelnya kayak ibu semua, memang mendingan enggak usah jualan. Maunya ngomong aja, tapi kagak beli-beli. Ibu kalo cara nawarnya kayak begini, sampai tua juga engak bakal ada yang mau jual.
Perang kata-kata berlangsung makin seru. Dan akhirnya Nyonya Canika kehabisan persedian caci maki. Ia beralih ke pedagang di sebelah, yang menjual mangga dengan ukuran yang sama.
"Berapa Bang, mangganya?”
"Tiga ribu lima ratus, Bu.”
Nyonya Canika mengeluarkan uang lima ribu sambil menambahkan: "Enggak usah dikembaliin, Bang. Untuk pembeli itu sebetulnya soal harga tidak terlalu penting. Asal yang jual itu orangnya sopan." Ia mengakhiri kata-katanya sambil melirik ke pedagang pertama seolah-olah mau berkata, "Rasain lu."
Pedagang ini tidak kehilangan akal. Digapainya seorang nyonya lain sambil berkata: "Bu, mangga, Bu. Murah. Cuma dua ribu. Soalnya, untuk penjual, harga tidak terlalu penting. Asal pembelinya tahu diri saja.”

***
Pulang dari pasar, Nyonya Canika menawar bajaj dengan sadis. Ia lupa bahwa sila kedua Pancasila adalah perikemanusiaan. Setelah proses tawar-menawar yang panjang, akhirnya dicapai kesepakatan. Namun ketika turun di rumahnya, nyonya yang cantik ini memberikan uang lebih dari yang disepakati, "Tidak usah dikembalikan, Bang." Ia rupanya merasa kasihan kepada Si Penarik Bajaj yang tergolong makhluk “TOP” (Tua, Ompong, dan Peyot).

***

Anda pun mungkin pernah bertindak seperti Nyonya Canika. Mati-matian menawar untuk kepuasan emosi. Kemudian, juga karena faktor emosi, membayar lebih dari yang seharusnya. Banyak orang yang bertanya, “Untuk apa nawar kalau akhirnya membayar lebih?" Jawabannya terletak pada dalil psikologi, "Lebih banyak manusia yang bereaksi terhadap suasana hati, daripada memutuskan berdasarkan logika". Manusia pada dasarnya bukan makhluk yang rasional semata. Secara sadar manusia bisa mengendalikan pikiran untuk mengusahakan tujuan dan sasaran. Namun di bawah sadar, manusia didorong oleh kebutuhan. Paling tidak, begitulah kata Sigmund Freud. Dan tampaknya, Freud tidaklah sangat keliru.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog

GAGASAN terSESAT

Memang ada pepatah yang mengatakan: “Malu bertanya, sesat dijalan”, tapi maaf, pepatah itu tidak laku di saat seseorang merintis jalan ke dunia baru yang belum pernah dikenal orang lain. Dalam perjalanan ke sana, tidak ada orang lain tempat bertanya. Karena itu seperti Hamlet, para petualang hanya bisa bertanya pada diri sendiri: “to be, or not to be”. Kumpulan naskah di sini diberi judul GAGASAN terSESAT, gagasan yang keluar dari jalur-jalur kelaziman. Saya percaya bahwa orang hanya mungkin tersesat kalau ia berani bertualang. Selama tetap di jalan umum (yang dilalui semua orang), kita aman. Ruginya, kita juga tidak akan sampai ke dunia yang baru.

Cinta Seks dan Dosa
Manusia itu makhluk multi dimensi. Terikat pada dimensi biologis, ia butuh makan, gerak dan Seks. Sebagai mahluk sosial, ia butuh perhatian, pujian berupa cinta. Lalu (atau barangkali tetapi) sebagai mahluk spiritual, ia butuh ketentraman dan kejaran dosa. Naskah di kapling ini antara lain adalah [1] Aneka Penyelewengan [2] Tips untuk memilih istri ke dua [3] Seks Psikologis Vs Seks Biologis [4]Dosa [5] Cinta, perasaan atau energi?

Ini, bukan Itu.
Naskah di kapling ini bertujuan menunjukkan perbedaan (dari) istilah-istilah yang sering di samaratakan (padahal jelas berbeda) seperti misalnya [1] Iman dan Agama [2] Gengsi dan Harga Diri [3] Konflik, permusuhan dan beda pendapat [4] Kewajar dan Keadilan

Gizi Psikologis Buat Anak

Perkembangan anak tidak saja membutuhkan makanan untuk kebugaran badannya, melainkan juga gizi psikologis untuk kesehatan jiwanya. Untuk itu sejumlah hal perlu mendapat perhatian [1 Anak itu unik [2] Menyikapi kebohongan anak [3] Membekali anak dengan keterampilan hidup [4]Moral di balik cerita wayang [5] Kritik, santapan rohani bergizi tinggi

Keranjang Daur Ulang
Ada sejumlah naskah yang tekah saya tuliskan lebih dari 20 tahun yang lalu. Ketika berberapa orang mebacanya di tahun 2008, mereka mengira naskah itu barus selesai kemarin. Anda mungkin tergoda membaca judul-judl ini [1] Empat cara menabung waktu [2] Jail [3] Kenalkan: “Amitri” [4] S edekah [5] Selusin Jurus Bijak dalam Menolong

Perempuan Gagah Jelita
Issu kesetaraan gender adalah topik kontroversial yang kadang kadang memberi inspirasi untuk menulis. Terganggu oleh adanya tiga jenis kelamin yang terulis di pintu toilet (laki / perempuan/ guru atau male / female/ executive) , saya teregilitik menulis topik-topik berikut. [1] Kartono, Sosok Kartini Abad Ini [2] Emansipasi dan Pembagian Peran [3] A-K-U Wanita [4] Menjadi Perempuan (bukan Pria, bukan Wanita) [5] Nilsa, dari sabang sampai Merauke [6] Realita Pernikahan

Kreatif Tanpa Nyentrik
Banyak mahasiswa isntitut kesenian yang berdandan dengan cara nyentrik. Pakai anting sebelah, rambut gondrong atau baju separuh dekil. Mereka kira, dengan nyentrik mereka langsung kreatif. . . . Padahal, hakikat kreatifitas jauh dari sekedar berbeda. [1] Kreatologi, jurus-jurus perangsang kreativitas [2] Kreativitas bukan segala-galanya [3] Kreativitas, perlukah? [4] Agar Anak Tak Mirip Robot


Sekedar Bertanya
Silence is Golden (tapi jangan diam waktu ujian lisan). Talking is Silver (jangan berisik waktu yang lain berdoa). Jangan diam dan jangan bicara. Jadi?.... Bertanyalah. Bertanya tanpa berisik. Bertanya pada diri sendiri [1] Dari mana datangnya keinginan? [2] Renungan Logika [3] Nasionalisme, spirit, sifat atau sekedar mode [2] Masyarakat Madani, . . . . Mungkinkah?

Tertawalah, mumpung gratis
Lelucon, Anekdot maupunKisah Penyegar yang ada di kapling ini, umurnya sangat pendek. Kalau ada lelucon baru yang lama langsung di hapus. Jadi kalau tidak anda baca hari ini, besok dia sudah berubah jadi cerita lain. Karena itu kalau mau tertawa, tertawalah hari ini, besok boleh jadi sudah terlambat-

Entri Populer